KATA
PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Karena berkat rahmat dan hidayah-Nya,
penulis bisa menyusun dan menyajikan Makalah Ilmu Budaya Dasar ini yang berisi
tentang keterkaitan manusia dengan keindahan. Tak lupa penulis mengucapkan
terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dorongan dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan Makalah Ilmu Budaya Dasar ini masih terdapat banyak kekurangan dan
jauh dari kata kesempurnaan. Oleh Karena itu, penulis mengharapkan kritik serta
saran yang sifatnya membagun yang berguna untuk menyempurnakan makalah ini dan
dapat menjadi acuan dalam menyusun makalah-makalah atau tugas-tugas
selanjutnya.
Penulis juga memohon maaf apabila
dalam penulisan Makalah Ilmu Budaya Dasar ini terdapat kesalahan pengetikan dan
kekeliruan sehingga membingungkan pembaca dalam memahami maksud penulis.
Jakarta, 22
April 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Setiap
manusia dilahirkan dibumi sudah dibekali dengan banyak sekali keindahan.
Keindahan baik dari dalam maupun dari luar. Keindahan juga bersifat universal,
artinya tidak terikat oleh selera perorangan, waktu dan tempat, selera mode,
atau pun kedaerahan dan lokal.
Kata
keindahan berasal dari kata indah, arinya bagus, permai, cantik, elok, molek,
dan sebagainya. Benda yang mempunyai sifat indah ialah segala hasil seni,
pemandangan alam, manusia, rumah, tatanan, perabot rumah tangga, suara, warna,
dan sebagainya. Kawasan keindahan bagi manusia sangat luas, seluas
keanekaragaman manusia dan sesuai pula dengan perkembangan peradaban teknologi,
sosial, dan budaya. Karena itu keindahan dapat dikatakan, bahwa keindahan
merupakan bagian hidup manusia. Keindahan tak dapat dipisahkan dari kehidupan
manusia. Dimanapun kapan pun dan siapa saja dapat menikmati keindahan.
Keindahan
adalah identik dengan kebenaran. Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah
keindahan. Keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya
tarik yang selalu bertambah. Yang tidak mengandung kebenaran berarti tidak
indah. Karena itu tiruan lukisan Monalisa tidak indah, karena dasarnya tidak
benar. Sudah tentu kebenaran disini bukan kebenaran ilmu, melainkan kebenaran
menurut konsep seni. Dalam seni, seni berusaha memberikan makna
sepenuh-penuhnya mengenai obyek yang diungkapkan.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Pengertian
keindahan.
2. Apa saja perbedaan
antara keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan keindahan sebagai sebuah
benda tertentu yang indah.
3.
Apa saja nilai estetik
dalam keindahan.
4.
Apa saja perbedaan
nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik dalam keindahan.
5.
Pengertian
kontemplasi dan ekstansi.
6.
Bagaimana
teori-teori dalam renungan.
7.
Bagaimana
teori-teori dalam keserasian.
1.3 Tujuan
Penulisan
1.
Dapat mengetahui
pengertian keindahan.
2. Dapat mengetahui
perbedaan antara keindahan sebagai suatu kualitas abstrak dan keindahan sebagai
sebuah benda tertentu yang indah.
3.
Dapat mengetahui
nilai estetik dalam keindahan.
4.
Dapat mengetahui
perbedaan nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik dalam keindahan.
5.
Dapat mengetahui pengertian
kontemplasi dan ekstansi.
6.
Dapat mengetahui
teori-teori dalam renungan.
7.
Dapat mengetahui teori-teori
dalam keserasian.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Keindahan
Sebenarnya
sulit bagi kita untuk menyatakan apa itu keindahan. Keindahan itu merupakan
suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati Karena tidak jelas. Keindahan
itu baru jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang berwujud atau suatu
karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika dihubungkan
dengan suatu bentuk. Keindahan hanya sebuah konsep, tubuh yang molek, film,
maupun nyanyian.
Menurut
The Liang Gie dalam bukunya “Garis besar estetika”. Menurut asal katanya, dalam
bahasa Inggris keindahan itu diterjemahkan dengan kata “beautiful”, dalam
bahasa Perancis “beau”, sedang Italia dan Spanyol “bello” berasa dari kata
latin “bellum”. Akar katanya adalah “bonum” yang berarti kebaikan, kemudian
mempunyai bentuk pengecilan menjadi “bonellum” dan terakhir diperpendek
sehingga tulis “bellum”.
Menurut cakupannya orang harus membedakan antara keindahan sebagai suatu
kualitas abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang indah. Untuk perbedaan
ini dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah beauty (keindahan) dan the
beautiful (benda atau hal yang indah. Dalam pembatasan filsafat kedua
pengertian itu kadang-kadang di campur adukkan saja. Di samping itu terdapat
pula perbedaan menurut luasnya pengertian, yakni:
a) Keindahan
dalam arti yang luas
Keindahan dalam arti luas merupakan pengertian semula dari bangsa Yunani
dulu yang di dalamnya tercakup pula kebaikan. Plato misalnya menyebut tentang
watak yang indah dan hukum yang indah. Orang Yunani dulu berbicara pula
mengenai buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Tapi bangsa
Yunani juga mengenal pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya
“symmetria” untuk keindahan berdasarkan penglihatan (misalnya: karya pahat dan
arsitektur) dan harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Jadi
pengertian keindahan yang seluas-luasnya meliputi: keindahan seni, keindahan
alam, keindahan moral, dan juga keindahan intelektual.
b) Keindahan
dalam arti estetis murni
Keindahan dalam arti estetis murni menyangkut pengalaman estetis dari
seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang dicerapnya.
c) Keindahan
dalam arti terbatas
Keindahan
dalam arti terbatas lebih disempitkan hanya menyangkut benda-benda yang dicerapkan
dengan penglihatan, yakni berupa keindahan dari bentuk dan warna.
Dari
pembagian dan perbedaan terhadap keindahan diatas, masih belum jelas apakah
sesungguhnya keindahan itu. Ini memang merupakan suatu persoalan filsafati yang
jawabannya beraneka ragam. Salah satu jawaban mencari ciri-ciri umum yang ada
pada semua benda yang dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau
kualitas hakiki itu dengan pengertian keindahan. Jadi keindahan pada dasarnya
adalah sejumlah kualitas pokok tertentu yang terdapat pada suatu hal. Kualitas
yang paling sering disebut adalah kesatuan (unity), keselarasan (harmony),
kesetangkupan (symmetry), keseimbangan (balance), dan perlawanan (contrast).
Ternyata
untuk menjawab “apa itu keindahan?” banyak sekali jawabannya. Karena itu dalam
estetika modern orang lebih suka berbicara tentang seni dan pengalaman estetik,
Karena ini bukan pengalaman abstrak melainkan gejala konkret yang dapat
ditelaah dengan pengamatan secara emprik dan penguraian yang sistematik.
2.2 Perbedaan
Antara Keindahan Sebagai Suatu Kualitas Abstrak dan Keindahan Sebagai Sebuah
Benda Tertentu yang Indah.
Keindahan
sebagai suatu kualitas yang abstrak merupakan keindahan yang tidak dapat diukur
nilai keindahannya karena keindahan yang bersifat abstrak juga bersifat
relative yakni apabila kita melihat sesuatu yang indah itu belum tentu indah
untuk orang lain. Contohnya lukisan yang beraliran sifat abstrak, tidak semua
orang mengerti akan keindahan lukisan tersebut hanya sebagian orang saja yang
mengerti dari keindahan lukisan tersebut berdasarkan intuisinya dan jiwa seni
dari masing-masing orang tersebut.
Keindahan
sebagai sebuah benda tertentu yang indah merupakan keindahan yang bersifat
pasti dan dapat dengan mudah diterima oleh pandangan dari masyarakat dan
mempunyai nilai yang berbanding terbalik dengan keindahan bersifat abstrak.
Contohnya pemandangan yang indah di pedesaan dan itu sudah pasti keindahannya
dan apabila ada yang menganggap itu tidak indah maka orang tersebut tidak
memiliki jiwa seni dan tidak mengerti akan arti keindahan.
2.3 Nilai Estetik
dalam Keindahan
Dalam rangka
teori umum tentang
nilai The Liang gie menjelaskan bahwa pengertian
keindahan dianggap sebagai
salah satu jenis nilai seperti hal nya nilai moral, nilai ekonomik,
nilai pendidikan, dan sebagainya.
Nilai yang berhubungan dengan segala
sesuatu yang tercakup dalam pengertian keindahan disebut
nilai estetik.
Masalahnya
sekarang ialah: apakah nilai estetik itu? Dalam bidang filsafat, istilai nilai
seringkali dipakai sebagai suatu kata benda abstrak yang berarti keberhargaan
(worth) atau kebaikan (googness). Dalam “dictionary of sociology and related
sciences” diberikan perumusan tentang value yang lebih terinci lagi sebagai
berikut:
“The believed
capacity of any object to satisfy a human desire. The quality of any abject
which causes it to be on interest to an individual or a group”. Maksudnya
kemampuan yang dipercayai ada pada sesuatu benda untuk memuaskan suatu
keinginan manusia. Sifat dari sesuatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau sesuatu golongan.
Menurut kamus itu selanjutnya nilai adalah semata-mata suatu realita psikologis yang harus dibedakan secara
tegas dari kegunaan,
karena terdapat dalam
jiwa manusia dan bukan
pada bendanya itu sendiri. Nilai
itu oleh orang dipercaya terdapat pada sesuatu benda
sampai terbukti kebenarannya.
Tentang nilai itu ada yang membedakan antara nilai subyektif dan nilai obyektif, atau ada yang membedakan
nilai perseorangan dan nilai kemasyarakatan. Tetapi
penggolongan yang penting adalah nilai ekstrinsik dan nilai instrinsik.
Nilai
ekstrinsik adalah sifat baik dari
suatu benda sebagai alat atau sarana untuk
sesuatu hal lainnya, yakni nilai yang
bersifat sebagai alat atau rnernbantu. Sedangkan nilai instrinsik adalah
sifat baik dari benda yang bersangkutan,
atau sebagai suatu tujuan, ataupun
demi kepentingan benda itu sendiri.
2.4 Perbedaan
Nilai Ekstrinsik dan Nilai Instrinsik dalam Keindahan
Nilai ekstrinsik dapat
diartikan sebagai alat bantu untuk menyempurnakan suatu keindahan. Contoh
Sebuah musik jika tidak dibantu dengan nada dan irama yang pas, maka musik itu
tidak akan terdengar indah jika terdengar ditelinga.
Nilai intrinsik dapat
diartikan dengan nilai yang terkandung dalam suatu keindahan. Contoh Lukisan
yang dibuat oleh tangan manusia memiliki arti dan maksud dari lukisan yang ia
buat itu sendiri. Contoh: Tarian Damarwulan-minakjinggo suatu tarian yang halus
dan kasar dengan segala macam jenis pakaian dan gerak-geriknya. Tarian itu
merupakan nilai ekstrinsik, sedangkan pesan yang ingin disampaikan oleh tarian
itu ialah kebaikan melawan kejahatan merupakan nilai instrinsik.
Nilai
keindahan instrinsik adalah nilai
bentuk seni yang dapat diindera dengan mata, telinga atau keduanya. Nilai
bentuk ini kadang juga disebut nilai struktur yaitu bagaimana cara menyusun
nilai-nilai ekstrinsiknya atau bahannya berupa rangkaian peristiwa. Semuanya
disusun begitu rupa sehingga menjadi sebuah bentuk yang berstruktur dan dinamai
nilai instrinsik. Cara menyusun bentuk tadi melahirkan sebuah cerita. Kumpulan
peristiwa yang sama oleh dua orang penulis mungkin saja disusun berdasarkan
urutan atau struktur yang berbeda, sehingga nilai seninya juga berbeda.
2.5 Pengertian
Kontemplasi dan Ekstansi
Keindahan dapat
dinikmati menurut selera seni dan selera rasa. Keindahan yang didasarkan pada
selera seni didukung oleh faktor kontemplasi dan ekstansi. Kontemplasi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menciptakan sesuatu yang indah. Ekstansi adalah
dasar dalam diri manusia untuk menyatakan, merasakan, dan menikmati sesuatu
yang indah. Apabila kedua dasar ini dihubungkan dengan bentuk di luar dari
manusia, maka akan terjadi penilaian bahwa sesuatu itu indah. Sesuatu yang
indah itu memikat atau menarik perhatian orang yang melihat dan mendengar.
Bentuk diluar diri manusia itu berupa karya budaya yaitu karya seni lukis, seni
suara, seni tari, seni sastra, seni drama dan film, atau berupa ciptaan Tuhan
misalnya pemandangan alam, bunga warna-warni, dan lain-lain.
Apabila
kontemplasi dan ekstansi itu dihubungkan dengan kreativitas, maka kontemplasi
itu faktor pendorong untuk menciptakan keindahan, sedangkan ekstansi itu
merupakan faktor pendorong untuk merasakan serta menikmati keindahan. Karena
drajad kontemplasi dan ekstansi itu berbeda-beda antara setiap manusia, maka tanggapan
terhadap keindahan karya seni juga berbeda-beda. Mungkin orang yang satu
mengatakan karya seni itu indah, tetapi orang lain mengatakan karya seni itu
tidak atau kurang indah, karena sejarah seni berlainan.
Bagi seorang
seniman, selera seni lebih dominan dibandingkan dengan orang bukan seniman.
Bagi orang yang bukan seniman mungkin faktor ekstansi lebih menonjol. Jadi, ia
lebih suka menikmati karya seni daripada menciptakan karya seni. dengan kata
lain, ia hanya mampu menikmati keindahan tetapi tidak mampu untuk menciptakan
keindahan.
2.6 Teori-Teori dalam
Renungan
Renungan berasal
dari kata renung, yang artinya diam-diam memikirkan sesuatu atau memikirkan
sesuatu dengan dalam-dalam. Renungan adalah hasil merenung. Dalam merenung
untuk menciptakan seni ada beberapa teori. Teori-teori tersebut yaitu:
a)
Teori
Pengungkapan
Bunyi dari teori
ini ialah bahwa “art is an expression of human feeling”, yang artinya seni
adalah suatu pengungkapan dari perasaan manusia. Teori ini terutama bertalian
dengan apa yang dialami oleh seorang seniman ketika menciptakan suatu karya
seni.
Tokoh teori
ekspresi yang paling dikenal ialah filsuf Italia Benedeto (1886-1952) dengan
karyanya yang telah diterjemahkan kedalam Bahasa Inggris “aesthetic at science
of expression and general linguistic”. Beliau antara lain menyatakan bahwa “art
is expression of impressions”, yang artinya seni adalah pengungkapan dan
kesan-kesan. Expression adalah sama dengan intuition. Dalam intuisi adalah
pengetahuan intuitif yang diperoleh melalui penghayatan tentang hal-hal
individual yang menghasilkan gambaran angan-angan.
Seorang tokoh
lainnya yaitu Leo Tolstoi, dia menegaskan bahwa kegiatan seni adalah
memunculkan dalam diri sendiri suatu perasaan yang seseorang telah mengalaminya
dan setelah memunculkan itu kemudian dengan perantaraan berbagai gerak, garis,
warna, suara, dan bentuk yang diungkapkan dalam kata-kata memindahkan perasaan
itu sehingga orang-orang mengalami perasaan yang sama.
b)
Teori
Metafisik
Teori seni yang
bercorak metafisis merupakan salah satu teori yang tertua, yakni berasal dari
plato yang karya-karya tulisannya untuk sebagian membahas estetik filsafati,
konsepsi keindahan, dan teori seni. Mengenai sumber seni plato yang mendalilkan
suatu teori peniruan (imitation theory). Ini sesuai dengan metafisika plato
yang mendalilkan adanya dunia ide pada taraf yang tertinggi sebagai realita
ilahi. Pada taraf yang lebih rendah terdapat realita duniawi ini yang merupakan
cerminan semu dan mirip realita ilahi itu.
Dalam zaman modern
suatu teori seni lainnya yang juga bercorak metafisis dikemukakan oleh filsuf
Arthur Schopenhauer (1788-1860). Menurut beliau seni adalah suatu bentuk dari
pemahaman terhadap realita. Dan realita yang sejati adalah suatu keinginan yang
sementara. Dunia obyektif sebagai ide hanyalah wujud luar dari keinginan itu.
Selanjutnya ide-ide itu mempunyai perwujudan sebagai benda-benda khusus.
c)
Teori
Psikologis
Teori-teori
metafisis dari pada filsuf yang bergerak diatas taraf manusiawi dengan
konsepsi-konsepsi tentang ide tertinggi atau kehendak semesta umumnya tidak
memuaskan, karena terlampau abstrak dan spekulatif. Sebagian ahli estetik dalam
abad modern menelaaah teori-teori seni dari sudut hubungan karya seni dana lam
pikiran penciptanya dengan mempergunakan metode-metode psikologis.
Suatu teori lain
tentang sumber seni ialah teori permainan yang dikembangkan oleh Freedrick
Shiller (1757-1805) dan Herbert Spencer (1820-1903). Menurut Schiller, asal
mula seni adalah dorongan batin untuk bermain-main (play impulse) yang ada
dalam diri seseorang. Seni merupakan semacam permainan menyeimbangkan segenap
kemampuan mental manusia berhubungan dengan adanya kelebihan energi yang harus
dikeluarkan. Sedangkan menurut Spencer, permainan itu berperan untuk mencegah
kemampuan-kemampuan mental manusia menganggur dan kemudian menciut karena
disia-siakan. Seorang yang semakin meningkat taraf kehidupannya tidak memakai
habis energinya untuk keperluan sehari-hari. Teori permainan tentang seni tidak
sepenuhnya diterima oleh para ahli estetik. Keberatan pokok yang dapat diajukan
ialah bahwa permainan merupakan suatu kreasi, padahal seni adalah kegiatan yang
serius dan pada dasarnya kreatif.
Sebuah teori lain
yang dapat dimasukan dalam teori psikologis ialah teori penandaan
(signification theory) yang memandang seni sebagai suatu lambing atau tanda
dari perasaan manusia. Symbol atau tanda yang menyerupai dengan benda yang
dilambangkan disebut iconic sign (tanda serupa). Menurut teori penandaan itu
karya seni adalah iconic sign dari proses psikologis yang berlangsung dalam
diri manusia, khususnya tanda-tanda dari perasaannya. Sebagai contoh sebuah
lagu dengan irama naik turun dan alunan cepat lambat serta akhirnya berhenti
adalah simbol atau tanda dari kehidupan manusia dengan berbagai perasaannya
yang ada pasang surut serta tergesa-gesa atau santainya dan ada akhirnya.
2.7 Teori-Teori dalam
Keserasian
Keserasian berasal
dari kata serasi dan kata dasar rasi, artinya cocok, kena benar, dan sesuai
benar. Kata cocok, artinya kena dan sesuai itu mengandung unsur perpaduan,
pertentangan, ukuran, dan seimbang.
Pertentangan pun menghasilkan
keserasian. Misalnya dalam dunia musik, pada hakekatnya irama yang mengalun itu
merupakan suara tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut.
Dalam keselarasan
itu seseorang memiliki perasaan-perasaan seimbang dan tenang, mencapai cita
rasa akan sesuatu yang terakhir dan rasa hidup sesaat di tempat-tempat
kesempurnaan yang dengan senang hati ingin diperpanjangnya.
a)
Teori
Obyektif dan Teori Subyektif
Teori obyektif
berpendapat bahwa keindahan atau ciri-ciri yang mencipta nilai estetik adalah
sifat yang memang telah melekat pada bentuk indah yang bersangkutan, terlepas
dari orang yang mengamatinya. Pengamatan orang hanyalah mengungkapkan
sifat-sifat indah yang sudah ada pada sesuatu benda dan sama sekali tidak
berpengaruh untuk menghubungkan. Yang menjadi masalah ialah ciri-ciri khusus
manakah yang membuat sesuatu benda menjadi indah atau dianggap bernilai
estetik, salah satu jawaban yang telah diberikan selama berabad-abad ialah
perimbangan antara bagian-bagian dalam benda indah itu. Pendapat lain
menyatakan, bahwa nilai estetik itu tercipta dengan terpenuhinya asas-asas
tertentu mengenai bentuk pada sesuatu benda.
Teori subyektif
menyatakan bahwa ciri-ciri yang menciptakan keindahan suatu benda itu tidak
ada, yang ada hanya perasaan dalam diri seseorang yang mengamati sesuatu benda.
Adanya keindahan semata-mata tergantung pada pencerapan dan si pengamat itu. Kalaupun
dinyatakan bahwa sesuatu benda mempunyai nilai estetik, maka hal itu diartikan
bahwa seseorang pengamat memperoleh sesuatu pengalaman estetik sebagai
tanggapan terhadap benda indah itu.
b)
Teori
Perimbangan
Teori obyektif
memandang keindahan sebagai suatu kualitas dari benda-benda. Kualitas bagaimana
yang menyebabkan sesuatu benda disebut indah telah dijawab oleh bangsa Yunani
Kuno dengan teori perimbangan yang bertahan sejak abad ke 5 sebelum masehi
sampai abad ke 17 di Eropa. Sebagai contoh bangunan arsitektur Yunani Kuno yang
berupa banyak tiang besar.
Teori perimbangan
tentang keindahan dari bangsa Yunani Kuno dulu dipahami pula dalam arti yang
lebih terbatas, yakni secara kualitatif yang diungkapkan dengan angka-angka. Keindahan
dianggap sebagai kualitas dari benda-benda yang disusun (yakni mempunyai
bagian-bagian). Hubungan dari bagian-bagian yang menciptakan keindahan dapat
dinyatakan sebagai perimbangan atau perbandingan angka-angka.
Teori perimbangan
berlaku dari abad ke 5 sebelum masehi sampai abad ke 17 masehi selama 22 abad. Teori
tersebut runtuh karena desakan dari filsafat empirisme dan aliran-aliran
termasuk dalam seni. Bagi mereka keindahan hanyalah kesan yang subyektif
sifatnya. Keindahan hanya ada pada pikiran orang yang menerangkannya dan setiap
pikiran melihat suatu keindahan yang berbeda-beda. Para seniman romantik umumnya
berpendapat bahwa keindahan sesungguhnya tercipta dari tidak adanya
keteraturan, yakni tersusun dari daya hidup, penggambaran, pelimpahan, dan
pengungkapan perasaan. Karena itu tidak mungkin disusun teori umum tentang
keindahan.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Keindahan pada
dasarnya adalah alamiah. Alam itu ciptaan tuhan. Ini berarti bahwa keindahan
itu ciptaan tuhan. Keindahan menyangkut kualitas hakiki dari segala benda yang
mengandung kesatuan (unity), keselarasan (harmony), kesetangkupan (symetri), keseimbangan
(balance), dan pertentangan (contrast). Dari ciri-ciri itu diambil kesimpulan
bahwa keindahan tersusun dari keselarasan dan pertentangan dari garis, warna,
bentuk, nada, dan kata-kata. Keindahan adalah kebenaran dan kebenaran adalah
keindahan. Dua hal yang indah yang selalu berdampingan. Dua hal tersebut juga
berdampingan dengan manusia. Manusia diberikan keindahan yang sangat luar biasa
oleh Tuhan yang Maha Esa. Oleh sebab itu, manusia diharapkan untuk selalu
menjaga keindahan-keindahan yang dimilikinya, yang ada pada dirinya agar senantiasa
keindahan tersebut dapat berguna dan dinikmati oleh semua orang, serta untuk
mengetahui suatu keindahan dibutuhkan hal-hal seperti renungan, keserasian,
kehalusan, dan kontemplasi.
3.2 Saran
Dengan diselaikannya
makalah ini penulis berharap makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
pembaca. Selanjutnya penulis juga mengharapkan kritik dan saran guna untuk peningkatan
kualitas dalam penulisan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
No comments:
Post a Comment